Selasa, 10 Maret 2015

analisis pleonasme : kebahasaan


ANALISIS PLEONASME DALAM TULISAN NARASI SISWA MA ROHMATUL UMMAH KELAS X TAHUN AJARAN 2012/2013

Karya Tulis Ilmiah
diajukan untuk memenuhi persyaratan mengikuti Ulangan Kenaikan Kelas






  

 

oleh
Aida Fitria Nur Afifah
NIS 11.12.10.009

PROGRAM STUDI ILMU BAHASA
MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) 1 SUMEDANG
1434 H/2013 M




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., karena berkat rahmat dan karunia-Nya karya tulis ilmiah yang berjudul “Analisis Pleonasme dalam Karangan Narasi Siswa MA Rohmatul Ummah Kelas X Tahun Ajaran 2012/2013” dapat penulis selesaikan.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tidak akan selesai dengan baik tanpa bantuan dan dukungan, baik bantuan dan dukungan secara moril maupun materil. Oleh karena itu, rasa terima kasih, penulis sampaikan kepada:
1.    Yth. Drs. H. Ma’mun Khoer selaku kepala MAN 1 Sumedang;
2.    Yth. Drs. H. Heru Gunawan, S.H. selaku wakil kepala bid. Kurikulum;
3.    Yth. Yuyun Sriwahyuni, M.Pd. selaku pembimbing sekaligus wali kelas XI Bahasa;
4.    Yth. Kedua orang tua yang telah mendukung secara moril maupul materil;
5.    Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberi dorongan untuk kelancaran penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini banyak kekurangan. Selepas dari kekurangan itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya untuk kesempurnaan kedepannya.
Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi pembaca.

Sumedang,  April 2013

Penulis
  


DAFTAR ISI

KATA  PENGANTAR ............................................................................................... .... v
DAFTAR ISI .................................................................................................................... vi 
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C.     Tujuan Penelitian .................................................................................................... 2
D.    Manfaat Penelitian .................................................................................................. 2

BAB II KAJIAN TEORI
A.    Menulis ................................................................................................................... 4
1.      Pengertian Menulis ........................................................................................... 4
2.      Tahap-tahap Menulis ........................................................................................ 4
3.      Jenis-jenis Tulisan ............................................................................................. 5
B.     Narasi ...................................................................................................................... 6
1.      Pengertian Narasi .............................................................................................. 6
2.      Jenis-jenis Narasi .............................................................................................. 7
3.      Ciri-ciri Tulisan Narasi ...................................................................................... 8
4.      Tujuan Menulis Narasi ...................................................................................... 8
5.      Langkah-langkah Menulis Karangan Narasi ..................................................... 9
C.     Penyimpangan Berbahasa ....................................................................................... 9
1.      Pengertian Penyimpangan Berbahasa ............................................................... 9
2.      Jenis-jenis Penyimpangan Berbahasa ................................................................ 9
D.    Pleonasme ............................................................................................................... 10
1.      Pengertian Pleonasme ....................................................................................... 10
2.      Jenis-jenis Pleonasme ........................................................................................ 10
3.      Faktor-faktor Penyebab Pleonasme .................................................................. 11

BAB III PEMBAHASAN
A.    Analisis Pleonasme ................................................................................................. 13

BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan ............................................................................................................. 19
B.     Saran ....................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 21
LAMPIRAN-LAMPIRAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Di dalam Bahasa Indonesia ada empat kompetensi yaitu membaca, mendengarkan, berbicara dan menulis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, membaca ialah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Mendengarkan ialah mendengar akan sesuatu dengan sungguh-sungguh, memasang telinga baik-baik untuk mendengar, memperhatikan, berbahasa, melahirkan pendapat, berunding atau merundingkan. Menulis ialah membuat huruf atau angka dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya), melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan.
Sedangkan yang akan dibahas disini adalah salah satu dari empat kompetensi Bahasa Indonesia yang telah disebutkan, yakni menulis.
Menulis merupakan hal yang sudah biasa dilakukan oleh setiap pelajar. Menulis dipandang sebagai hal yang sangat mudah dilakukan. Namun bagi orang yang pertama kali membuat tulisan, akan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat dan penggunaan diksi yang tepat. Segala hambatan ini akan dapat diatasi apabila orang tersebut mau mencoba berlatih untuk menulis.
Melihat fakta (kemampuan siswa dalam menulis masih rendah) di lapangan masih terdapat kesenjangan antara tujuan yang diharapkan dengan apa yang terjadi. Melihat gejala-gejala yang ada ternyata pada umumnya siswa belum dapat mencapai taraf menulis yang baik dan benar.
Banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, karena bahasa merupakan sarana pengungkapan seseorang yang tidak dapat terhindar dari pengaruh masyarakat pemakainya. Misalnya, dalam kegiatan belajar mengajar, yang seharusnya menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, ternyata masih menunjukkan beberapa gejala penyimpangan.
Dari sekian banyak penyimpangan yang terjadi, ada salah satu gejala penyimpangan berbahasa yang menarik minat penulis untuk menelitinya, yaitu gejala pleonasme dalam tulisan narasi siswa dengan alasan apabila masalah tersebut dibiarkan tanpa ada upaya untuk mengatasinya, maka akan menimbulkan kesalahan yang berkesinambungan.
Dalam kegiatan berbahasa, gejala pleonasme ini sering muncul tanpa kita sadari. Jika dilihat secara sepintas, seolah-olah tidak terjadi kesalahan, padahal bila kita perhatikan secara saksama akan tampak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa perlu untuk mengangkat masalah tersebut sebagai bahan penelitian dengan cara menganalisis tulisan siswa. Penelitian tersebut penulis beri judul “Analisis Pleonasme dalam Tulisan Narasi Siswa MA Rohmatul Ummah Kelas X Tahun Ajaran 2012/2013”.

B.  Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut .
1.    Bagaimanakah kemampuan menulis narasi siswa MA Rohmatul Ummah Kelas X Tahun Ajaran 2012/2013 ?

C.  Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.    Untuk mendeskripsikan kemampuan menulis narasi siswa MA Rohmatul Ummah Kelas X Tahun Ajaran 2012/2013.
D.  Manfaat Penelitian
1.    Bagi Penulis
Menambah wawasan pengetahuan penulis tentang upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi penyimpangan berbahasa dalam tulisan.
2.    Bagi Para Guru
Memberikan informasi pada guru-guru, khususnya guru Bahasa Indonesia tentang kemampuan siswanya dalam membuat tulisan narasi.
3.    Bagi Siswa Lain
Meningkatkan keterampilan siswa dalam berbahasa, dengan berusaha menghindari gejala penyimpangan berbahasa, khususnya pleonasme.




BAB II
KAJIAN TEORI
A.   Menulis
1.    Pengertian Menulis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian menulis ialah “membuat huruf atau angka dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya.); melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan.
Sedangkan Langan (1985:3) mengatakan, “di dalam tulisan, setiap ide yang dikemukakan harus didukung oleh alasan yang cukup”. Dengan kata lain, menulis adalah pengalihan bahasa lisan ke dalam bentuk tertulis.
Jika dibandingkan dengan kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca, kemampuan menulis adalah yang paling sulit. Karena dalam menulis banyak hal yang harus dipertimbangkan seperti penggunaan EYD, keefektifan kalimat, logika kalimat dan lain-lain. Oleh karena itu kita akan menemui berbagai kesalahan.

2.    Tahap-Tahap Menulis
Baradja (1975:42) menyebutkan lima tahap menulis, yakni :
a.       mencontoh, menulis sesuai contoh;
b.      reproduksi, mulai menulis tanpa ada model;
c.       rekombinasi/transformasi, mulai berlatih menggabungkan kalimat-kalimat yang pada mulanya berdiri sendiri menjadi gabungan beberapa kalimat;
d.   menulis terpimpin, mulai berkenalan dengan penulisan alinea;
e.    menulis, mulai menulis bebas, mulai mengembangkan keterampilan menulis.
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tahap menulis yang baik butuh proses yang lama, dimulai dari melihat contoh tulisan hingga akhirnya dapat mengembangkan keterampilan menulis yang baik dan benar.
3.    Jenis-Jenis Tulisan
Machmud (1976:11-13) menyebutkan jenis tulisan sebagai berikut.
a.      Eksposisi Sederhana
Eksposisi sederhana yaitu tulisan yang bertujuan untuk memaparkan, menjelaskan, menyampaikan informasi, mengajarkan dan menerangkan sesuatu tanpa disertai ajakan atau desakan agar pembaca menerima atau mengikutinya.

b.      Narasi
Narasi merupakan salah satu jenis tulisan yang mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan urutan waktu. Tulisan  narasi terdiri atas narasi kejadian dan narasi runtut cerita.

c.       Laporan
Laporan biasanya tulisan yang berisi fakta yang berhasil dikumpul dari lapangan. Misalnya, laporan wabah penyakit yang berjangkit di suatu daerah.

d.      Deskripsi
Deskripsi merupakan tulisan yang menggambarkan perincian-perincian mengenai objek yang dibicarakan.

e.       Argumentasi
Argumentasi adalah sebuah tulisan yang menjelaskan pendapat dengan berbagai keterangan dan alasan. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca. Selain itu, tulisan tersebut tersebut dikembangkan dengan pola pengembangan sebab akibat. Hubungan sebab akibat mula-mula bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai sebab yang diketahui, kemudian bergerak maju menuju suatu kesimpulan sebagai efek atau akibat. Efek yang muncul dapat berupa efek tunggal dan efek jamak (bersama-sama).

f.       Pesuasi
Persuasi adalah tulisan yang berisi ajakan. Tulisan persuasi bertujuan untuk membujuk pembaca agar mau melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh penulis. Agar pembaca menjadi terpengaruh, maka penulis harus melampirkan bukti dan data-data pendukung.

B.  Narasi
1.    Pengertian Narasi.
Narasi ialah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam sebuah tulisan yang rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu dijabarkan dengan urutan awal, tengah, dan akhir. (http://id.wikipedia.org/wiki/Narasi)
Narasi ialah wacana yang sifatnya bercerita, baik bersifat pengamatan maupun bersifat rekaan. Tujuannya untuk mengimbau pembaca agar dapat memahami atau berbuat sesuatu yang disampaikan oleh pengarang.
Dengan demikian, narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu.
Sebab itu, unsur yang paling penting pada sebuah narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan. Hal yang harus diingat adalah kalau hanya menempatkan aspek kejadian atau peristiwa sebagai penanda narasi akan timbul masalah, karena deskripi juga memiliki penanda peristiwa.
Hal lain yang paling penting terdapat dalam narasi adalah unsur waktu. Oleh sebab itu, dapat dirumuskan bahwa narasi mencakup perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Bila deskripsi menyajikan suatu objek secara statis, maka narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa narasi merupakan suatu wacana yang bersifat pengamatan maupun bersifat rekaan yang di dalamnya terdapat tema, alur, penokohan, latar, sudut pandang, dan amanat.

2.    Jenis-Jenis Narasi
a.      Narasi informatif
Narasi informatif adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang.

b.      Narasi ekspositorik
Narasi ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya, satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atau sampai terakhir dalam kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositprik. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsur sugestif atau bersifat objektif.
c.       Narasi artistik
Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsur sugestif atau bersifat objektif.
d.      Narasi sugestif
Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat.

3.    Ciri-ciri Tulisan Narasi
Menurut Gorys Keraf (2000:136) cirri-ciri narasi adalah sebagai berikut:
a.    Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan.
b.    Dirangkai dalam urutan waktu.
c.    Berusaha menjawab pertanyaan "apa yang terjadi?"
d.   Ada konfiks (awalan dan akhiran).
Ciri-ciri narasi lebih lengkap lagi diungkapkan oleh Atar Semi (2003: 31) sebagai berikut:
a.    Berupa cerita tentang peristiwa atau pengaalaman penulis.
b.    Kejadian atau peristiwa yang disampaikan berupa peristiwa yang benar-benar terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi atau gabungan keduanya.
c.    Berdasarkan konfiks, karena tanpa konfiks biasanya narasi tidak menarik.
d.   Memiliki nilai estetika.
e.    Menekankan susunan secara kronologis.
Dari kedua pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri yang dikemukakan Keraf memiliki persamaan dengan Atar Semi, bahwa narasi memiliki ciri berisi suatu cerita, menekankan susunan kronologis atau dari waktu ke waktu dan memiliki konfiks. Perbedaannya, Keraf lebih memilih ciri yang menonjolkan pelaku.
4.      Tujuan Menulis Narasi
Tujuan menulis karangan narasi secara mendasar yaitu:
a.    Hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan;
b.    Memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.
5.      Langkah-langkah menulis karangan narasi
a.    Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan;
b.    Tetapkan sasaran pembaca;
c.    Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur;
d.   Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita;
e.    Rincian peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita;
f.     Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandangan;
g.    mengerti aturan tanda bacanya dalam kalimat tersebut.
C.  Penyimpangan Berbahasa
1.    Pengertian Penyimpangan Berbahasa
Menurut internet, penyimpangan berbahasa yakni “bentuk pemakaian bahasa yang tidak sesuai dengan aturan ejaan, ketatabahasaan, atau dengan aturan efektivitas bahasa”.
Sedangkan menurut Duley (1982:277) penyimpangan berbahasa ialah “Komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performansi bahasa orang dewasa”.
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyimpangan berbahasa merupakan penggunaan bahasa yang menyimpang dari aturan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

2.    Jenis-Jenis Penyimpangan Berbahasa
Adapun jenis-jenis penyimpangan berbahasa yang dapat menyebabkan salah penafsiran diantaranya yakni.
a.      Kontaminasi
Kontaminasi merupakan salah satu jenis penyimpangan berbahasa yang berarti pencemaran kata yaitu penggabungan dua kata yang tidak selaras.

b.      Pleonasme
Pleonasme ialah jenis penyimpangan berbahasa yang memperlihatkan pemakaian kata yang berlebihan.

c.       Hiperkorek
Hiperkorek dapat diartikan melampaui batas tepat atau benar sehingga menjadi salah. Gejala hiperkorek umumnya bersangkut paut dengan masalah pengucapan kata dan ejaannya.

D.  Pleonasme
1.    Pengertian Pleonasme
Gejala bahasa pleonasme kita jumpai dalam pemakaian bahasa sehari-hari dalam berbagai bentuk. Kata itu berasal dari bahasa latin pleonasmus yang berarti kata yang berlebih-lebihan.. Pleonasme adalah majas yang menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak dibutuhkan atau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah "pemakaian kata-kata yang lebih dari apa yang diperlukan". Maka dari itu, Pleonasme termasuk dalam kategori majas penegasan.

2.    Jenis-jenis Pleonasme
a.       Dua kata atau lebih yang sama maknanya dipakai sekaligus dalam suatu ungkapan. Contohnya :”pada zaman dahulu kala”. Kata “zaman” yang dipungut dari Bahasa Arab sama maknanya dengan kata “kala” yang berasal dari Bahasa Sanksekerta. Kata-kata itu bersinonim pula dengan kata masa (Sanksekerta) dan waktu (Arab). Kalau kita alih ungkapkan “pada zaman dahuku kala” dengan memakai dua kata yang sama bentuk dan maknanya, maka ungkapan itu akan berubah menjadi “pada masa dahulu kala”. Dari pernyataan berikut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kalimat yang tepat adalah sebagai berikut;
1)   Pada zaman dahulu, ….
2)   Dahulu kala, ….

b.      Dalam suatu ungkapan yang terdiri atas dua patah kata, kata kedua sebenarnya tidak diperlukan lagi sebab maknanya sudah terkandung dalam kata yang pertama. Contohnya :”turun ke bawah”, “naik ke atas”, “mundur ke belakang”, “maju ke depan”,dan sebagainya. Seharusnya jika sudah menggunakan kata “turun” kita tidak perlu menambahkan kata “ke bawah”, karena turun sudah jelas pasti ke bawah, begitupun yang lainnya.

c.       Bentuk kata yang dipakai mengandung makna yang sama dengan kata lain yang dipakai bersama-sama dalam ungkapan itu. Contohnya :”para tamu-tamu berdiri ketika kedua mempelai memasuki ruangan”. Seharusnya kata “para” dengan “tamu” jangan digunakan bersama-sama. Karena kata “para” dan “tamu-tamu” mengacu ke dalam pengertian jamak. Makna kata yang tepat ialah;
1)   Para tamu berdiri ketika kedua mempelai memasuki ruangan.
2)   Tamu-tamu berdiri ketika kedua mempelai memasuki ruangan.

3.    Faktor-faktor Penyebab Pleonasme
Adapun di dalam buku sumber lain menyebutkan faktor-faktor penyebab pleonasme adalah sebagai berikut:
a.    kesalahan tata bahasa
Penggunaan tata bahasa yang benar sangat menentukan keefektifan sebuah kalimat

b.    ketidaklogisan kalimat
Penguasaan kaidah bahasa belum menentukan keefektifan sebuah kalimat. Keefektifan kalimat didukung pula oleh jalan pikiran logis.

c.    ketaksaan kalimat
Kalimat efektif yang memiliki daya informasi yang cepat dan tepat harus terhindar dari ketaksaan, artinya kalimat tersebut tidak memiliki makna ganda.

d.   Ketidakhematan kata
Dalam kalimat efektif tersirat pula keefisienan. Sebuah gagasan selayaknya menggunakan kata-kata yang benar-benar diperlukan saja.

e.    kesejajaran kalimat
Dalam sebuah kalimat, gagasan yang sama fungsi dan kepentingannya ditempatkan dalam fungsi gramatikal yang sama pula. Apabila dalam suatu gagasan digunakan kata benda, kata yang menduduki fungsi yang sama pun harus dengan kata benda.

f.     kerancuan kalimat
Rancu berarti kacau. Maksudnya, struktur yang dibangun tidak beraturan sehingga merusak kaidah bahasa.

g.      pengaruh bahasa asing dan daerah
Setiap bahasa memiliki struktur dan kaidahnya sendiri. Struktur bahasa yang satu tidak dapat digunakan pada struktur bahasa lainnya.


BAB III
PEMBAHASAN
A.  Analisis Pleonasme
1.      Sampel A
Di dalam tulisan narasi sampel A terdapat beberapa gejala pleonasme. Pada paragraf pertama terdapat kalimat seperti berikut “Dia mempunyai seorang kekasih yang bernama Putra, sesosok seorang putra baik dan ramah”. Pada kalimat tersebut terdapat kata “sesosok seorang” , seharusnya jika dua kata atau lebih yang maknanya sama, tidak boleh digunakan  sekaligus dalam suatu ungkapan. Begitupun dalam kalimat di atas, terdapat dua kata yang bermakna sama dirangkaikan sekaligus dalam satu ungkapan yakni “sesosok” bersinonim dengan “seorang”. Dengan demikian, kalimat tersebut seharusnya diubah menjadi “Dia mempunyai seorang kekasih yang bernama Putra, Putra orangnya baik dan ramah”.
Kalimat selanjutnya yang mengandung gejala pleonasme adalah “Mereka udah menjalin hubungan udah lumayan lama”. Dalam kalimat tersebut terdapat penggunaan kata “udah” dua kali, yang keberadaannya mengganggu efektivitas kalimat. Seharusnya salah satu dari kedua kata tersebut dihilangkan. Hal tersebut tergolong ke dalam pleonasme jenis yang pertama, yakni dua kata atau lebih yang yang sama maknanya dipakai sekaligus dalam suatu ungkapan. Dengan demikian, kalimat tersebut seharusnya diubah menjadi “Mereka menjalin hubungan sudah lama” atau “sudah lama mereka menjalin hubungan”.
Kalimat selanjutnya yang mengandung gejala pleonasme adalah “mereka berdua itu bersaudaraan, mereka sangat-sangat bingung”. Dalam kalimat tersebut terdapat dua gejala pleonasme yakni “mereka berdua itu bersaudaraan” dan “mereka sangat-sangat bingung”. Kata “mereka” dan “berdua” tidak boleh dirangkaikan sekaligus karena “mereka” adalah jenis kata jamak dan “berdua” adalah penunjuk jamak. Hal tersebut meupakan gejala pleonasme jenis ketiga yakni bentuk kata yang dipakai mengandung makna yang sama dengan kata lain yang dipakai bersama-sama dalam ugkapan itu. Adapun penggunaan kata ulang “sangat-sangat” dalam klausa berikutnya juga mengandung gejala pleonasme karena kata “sangat” sekalipun tidak diulang sudah menyatakan makna lebih. Gajala pleonasme tersebut tergolong ke dalam jenis yang kesatu yakni dua kata atau lebih yang sama maknanya dipakai sekaligus dalam suatu ungkapan. Oleh karena itu, kalimat tersebut seharusnya diubah menjadi “Dua bersaudara itu sangat bingung”.

2.    Sampel B
Di dalam tulisan narasi sampel B terdapat beberapa gejala pleonasme. Pada paragraf pertama terdapat kalimat seperti berikut “mereka memeriksa keadaan kolam agar ikan-ikannya itu bisa hidup semuanya”. Pada kalimat tersebut terdapat kata yang bermakna jamak yaitu kata “ikan-ikanya” yang dirangkaikan dengan penunjuk jamak yaitu kata “semuanya”. Hal tersebut tergolong ke dalam pleonasme jenis ketiga,yakni bentuk kata yang dipakai mengandung makna yang sama dengan kata lain yang dipakai bersama-sama dalam ungkapan, seharusnya jika sudah ada kata yang bermakna jamak tidak boleh dirangkaikan sekaligus dengan penunjuk jamak. Dengan demikian, kalimat tersebut seharusnya diubah menjadi “mereka memeriksa keadaan kolam agar ikan itu bisa hidup semuanya”.
Pada paragraf kedua juga terdapat gejala pleonasme pada kalimat seperti berikut “Terima kasih cucu-cucuku, kalian-kalian telah memperhatikan kakek”. Pada kalimat tersebut terdapat penggunaan kata jamak yang dirangkaikan sekaligus yaitu kata “cucu-cucuku” dan “kalian-kalian”. Gejala pleonasme tersebut ke dalam jenis yang ketiga, yakni bentuk kata yang dipakai mengandung makna yang sama dengan kata lain yang dipakai bersama-sama dalam suatu ungkapan. Oleh karena itu, seharusnya kalimat itu diubah menjadi “Terima kasih cucuku, kalian telah memperhatikan kakek”.

3.    Sampel C
Di dalam tulisan narasi sampel C terdapat gejala pleonasme. Pada paragraf kedua terdapat kalimat seperti berikut “karena dekat, aku memutuskan untuk berjalan kaki”. Pada kalimat tersebut terdapat kata “berjalan kaki”. Gejala pleoname tersebut tergolong ke dalam jenis yang kedua, yakni dalam suatu ungkapan yang terdiri atas dua patah kata, kata kedua sebenarnya tidak diperlukan lagi sebab maknanya sudah terkandung dalam kata yang pertama. Jadi jika sudah mempergunakan kata “berjalan” tidak perlu menggunakan kata “kaki” karena berjalan sudah pasti menggunakan kaki.  Dengan demikian, kalimat tersebut seharusnya diubah “karena dekat, aku memutuskan untuk berjalan”.

4.    Sampel D
Di dalam tulian narasi sampel D terdapat gejala pleonasme. Pada paragraf pertama terdapat kalimat seperti berikut “setiap perkataan-perkataan yang mereka keluarkan sungguh tidak wajar’. Pada kalimat tersebut terdapat penunjuk jamak yaitu kata “setiap” yang dirangkaikan dengan kata yang brmakna jamak yaitu kata “perkataan-perkataan”. Hal tersebut tergolong ke dalam pleonasme jenis ketiga,yakni bentuk kata yang dipakai mengandung makna yang sama dengan kata lain yang dipakai bersama-sama dalam ungkapan, seharusnya jika sudah ada penunjuk jamak tidak boleh dirangkaikan sekaligus dengan kata yang bermakna  jamak. Oleh karena itu, seharusnya kalimat itu diubah menjadi “setiap perkataan yang mereka keluarkan sungguh tidak wajar”.

5.    Sampel E
Di dalam tulisan narasi sampel E tedapat gejala pleonasme. Pada paragraf terakhir terdapat kalimat seperti berikut “setelah beberapa menit kemudian, gonggongan anjing mulai tidak terdengar lagi”. Pada kalimat tersebut terdapat kata “setelah beberapa menit kemudian” , Hal tersebut tergolong ke dalam pleonasme jenis yang pertama, yakni jika dua kata atau lebih yang maknanya sama, tidak boleh digunakan  sekaligus dalam suatu ungkapan. Begitupun dalam kalimat di atas, terdapat dua kata yang bermakna sama dirangkaikan sekaligus dalam satu ungkapan yakni “setelah” bersinonim dengan “kemudian”.  Oleh karena itu seharusnya kalimat itu diubah menjadi “setelah beberapa menit. Gonggongan anjing mulai tidak terdengar lagi”.


6.    Sampel F
Di dalam tulisan narasi sampel F terdapat gejala pleonasme. Pada paragraf terakhir terdapat kalimat seperti berikut “suaranya seolah-olah kayak yang memanggil-manggil dan meminta pertolongan”. Pada kalimat tersebut terdapat kata “seolah-olah kayak” , Hal tersebut tergolong ke dalam pleonasme jenis yang pertama, yakni dua kata atau lebih yang yang sama maknanya dipakai sekaligus dalam suatu ungkapan. seharusnya jika dua kata atau lebih yang maknanya sama, tidak boleh digunakan  sekaligus dalam suatu ungkapan. Begitupun dalam kalimat di atas, terdapat dua kata yang bermakna sama dirangkaikan sekaligus dalam satu ungkapan yakni “seolah-olah” bersinonim dengan “kayak”. Dengan demikian kalimat tersebut seharusnya diubah menjadi “suaranya seolah-olah memanggil dan meminta pertolongan”.

7.    Sampel G
Di dalam tulisan narasi sampel G terdapat gejala pleonasme. Pada paragraf pertama terdapat kalimat seperti berikut “meskipun dia sakit hati tapi dia tak bisa untuk melupakan wanita yang dicintainya”. Dalam kalimat tersebut terdapat kata “untuk” yang menyebabkan penghamburan kata, seharusnya kata “untuk” dihilangkan untuk menjaga keefektifan kalimat. Oleh karena itu, kalimat tersebut seharusnya diubah menjadi “meskipun dia sakit hati tapi dia tak bisa melupakan wanita yang dicintainya”.

8.    Sampel H
Di dalam tulisan narasi sampel H tedapat gejala pleonasme. Pada paragraf kedua terdapat kalimat seperti berikut “ia sangat kelelahan sekali”. Pada kalimat tersebut terdapat kata “sangat” dan kata “sekali”, Hal tersebut tergolong ke dalam pleonasme jenis yang pertama, yakni jika dua kata atau lebih yang maknanya sama, tidak boleh digunakan  sekaligus dalam suatu ungkapan. Begitupun dalam kalimat di atas, terdapat dua kata yang bermakna sama dirangkaikan sekaligus dalam satu ungkapan yakni “sangat” bersinonim dengan “sekali”.  Oleh karena itu seharusnya kalimat itu diubah menjadi “ia kelelahan sekali”.

9.    Sampel I
Di dalam tulian narasi sampel I terdapat gejala pleonasme. Pada paragraf pertama terdapat kalimat seperti berikut “Hari yang bakal menjadi hari terindah mere. Pada kalimat tersebut ka berdua”. terdapat kata yang bermakna jamak yaitu kata “mereka” yang dirangkaikan dengan penunjuk jamak yaitu kata “berdua”. Apabila ditinjau dari efektivitas kalimat tergolong ke dalam kalimat tidak efektif karena mengandung gejala pleonasme. Hal tersebut tergolong ke dalam pleonasme jenis ketiga,yakni bentuk kata yang dipakai mengandung makna yang sama dengan kata lain yang dipakai bersama-sama dalam ungkapan, seharusnya jika sudah ada penunjuk jamak tidak boleh dirangkaikan sekaligus dengan kata yang bermakna  jamak. Oleh karena itu, seharusnya kalimat itu diubah menjadi “Hari yang bakal menjadi hari terindah mereka”.

10.     Sampel J
Di dalam tulisan narasi sampel J tedapat gejala pleonasme. Pada paragraf terakhir terdapat kalimat seperti berikut “kasihan ibu sudah sering sakit-sakitan”. Pada kalimat tersebut terdapat kata “sering” dan kata “sakit-sakitan”, kata ulang “sakit-sakitan” sudah menyatakan makna “sering”, jadi tidak boleh ditambah lagi dengan kata “sering”. Hal tersebut tergolong ke dalam pleonasme jenis yang pertama, yakni jika dua kata atau lebih yang maknanya sama, tidak boleh digunakan  sekaligus dalam suatu ungkapan. Oleh karena itu seharusnya kalimat itu diubah menjadi “kasihan ibu sudah sering sakit” atau “kasihan ibu sudah sakit-sakitan”.

11.     Sampel K
 Di dalam tulian narasi sampel K terdapat beberapa gejala pleonasme. Pada paragraf kedua terdapat kalimat seperti berikut “Sekolah yang kita banggakan bersama”. Pada kalimat tersebut terdapat kata yang bermakna jamak yaitu kata “kita” yang dirangkaikan dengan penunjuk jamak yaitu kata “bersama”. Hal tersebut tergolong ke dalam pleonasme jenis ketiga,yakni bentuk kata yang dipakai mengandung makna yang sama dengan kata lain yang dipakai bersama-sama dalam ungkapan, seharusnya jika sudah ada penunjuk jamak tidak boleh dirangkaikan sekaligus dengan kata yang bermakna  jamak. Oleh karena itu, seharusnya kalimat itu diubah menjadi “Sekolah yang kita banggakan”.
Kalimat selanjutnya yang mengandung gejala pleonasme adalah “Kuucapkan rasa terima kasih yang sangat tulus atau suka duka yang kita jalani bersama selama ini”. Kalimat tersebut, kasusnya sama dengan kalimat pertama yakni terdapat kata yang bermakna jamak yaitu kata “kita” yang dirangkaikan dengan penunjuk jamak yaitu kata “bersama”. Hal tersebut tergolong ke dalam pleonasme jenis ketiga,yakni bentuk kata yang dipakai mengandung makna yang sama dengan kata lain yang dipakai bersama-sama dalam ungkapan, seharusnya jika sudah ada penunjuk jamak tidak boleh dirangkaikan sekaligus dengan kata yang bermakna  jamak. Oleh karena itu, seharusnya kalimat itu diubah menjadi “Kuucapkan rasa terima kasih yang sangat tulus atas suka duka yang kita jalani”.





 
BAB IV
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan menggunakan media bahasa tulis. Bila dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lain, seperti membaca, mendengarkan, dan berbicara, keterampilan menulis merupakan keterampilan yang paling sulit. Hal itu disebabkan bahwa keterampilan menulis memerlukan daya berpikir yang keras untuk menghasilkan berbagai gagasan, juga banyak hal yang harus dipertimbangkan diantaranya ejaan dan tanda baca, kelogisan kalimat, efektivitas kalimat, dan lain-lain.
Dikaitkan dengan efektivitas kalimat, pleonasme merupakan salah satu jenis penyimpangan berbahasa yang mengganggu keefektifan kalimat. Kalimat yang mengandung pleonasme bisa merubah makna kalimat. Akibatnya, hubungan antara penulis dan pembaca tidak sinkron. Dengan kata lain, pembaca tidak memahami maksud dan tujuan yang disampaikan oleh penulis.
Dalam tulisan narasi siswa Madrasah Aliyah Rohmatul Ummah Kelas X Tahun Ajaran 2012/2013, yang penulis jadikan sebagai sampel untuk bahan penelitian, penulis menemukan gejala pleonasme di setiap sampel. Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan menulis narasi siswa yang bersangkutan, masih rendah bila ditinjau dari segi efektivitas. Artinya siswa Madrasah Aliyah Rohmatul Ummah Kelas X Tahun Ajaran 2012/2013 masih belum bisa menggunakan kalimat yang efektif dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya dalam bentuk tulisan.

B.     Saran
Berdasarkan kenyataannya bahwa siswa Madrasah Aliyah Rohmatul Ummah Kelas X Tahun Ajaran 2012/2013 masih belum bisa menggunakan kalimat yang efektif, penulis sarankan agar staf pengajar khususnya guru yang mengajarkan materi pelajaran Bahasa Indonesia lebih meningkatkan lagi cara menyampaikan serta menggunakan kalimat efektif kepada siswa. Baik itu melalui media bahasa tulis, maupun media bahasa lisan dalam proses belajar mengajar.

 

DAFTAR PUSTAKA


Tarigan, Henry Guntur dan Tarigan, Djago. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Penerbit Angkasa.
Badudu, J. Syarif. 1997. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung : Penerbit Pustaka Prima.
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988.  Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. jakarta : Balai Pustaka.
Pateda, Mansoer. 1987. Analisis Kesalahan. Gorontalo : Penerbit Nusantara Indah.
Titian Ilmu. 2004. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung : Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Narasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Pleonasme

 
 






 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar